Home

Minggu, 10 November 2013

Bromo Part 2, Lautan Pasir Menuju Kawah

Sabtu, 2 November 2013

Gunung Batok

Turun dari jeep, kaki kami menjejak lautan pasir bromo. Pasirnya hitam kasar. Angin berhembus pelan. Sinar matahari pagi terasa hangat. Walaupun baru jam 6 kurang, tapi sinar matahari sudah bersinar terang. Di depan kami gunung Batok berdiri kokoh. Alur-alur di badan gunung seolah membentuk urat. Tukang kuda mulai menawarkan kami untuk naik kuda. Kami menolak karena ingin berjalan kaki sampai puncak kawah Bromo. Banyak penulis blog yang bilang kalau menuju puncak Bromo itu mudah kok. Gak perlu naik kuda juga bisa. Okelah, saya mau coba juga jalan kaki. 

Pura di lautan pasir Bromo

Tukang kuda terus membuntuti kami dengan gigih. Menakut-nakuti kami kalau jarak dari parkiran sampai puncak kawah Bromo itu jaraknya 2,5 KM. Hmmm, masa sih. Kami ciut juga. Itu artinya bolak-balik musti jalan kaki 5 KM. Ah, itu paling trik supaya nyali kami ciut. Cuek kami terus menolak tawaran tukang kuda. Gampang kok berjalan kaki di lautan pasir walaupun pasir yang kami injak memang gembur. Jadi tiap kaki kami melangkah, kakinya akan melesak ke dalam pasir karena pasirnya tidak padat. Dan di lautan pasir itu selain pasir juga bercampur kotoran kuda dimana-mana. Jadi kalau angin bertiup yang terbang pasir campur kotoran kuda. Saya memakai masker yang sudah saya bawa.

Menuju pura

Di depan pura

Lumayan gampang berjalan kaki sampai di depan pura. Di lautan pasir itu ada pura. Kami hanya berjalan melewati pura itu. Kemudian sampai di belakang pura ada turunan, lalu...tanjakan, lalu...ada gundukan pasir, lalu...tanjakan...lalu gundukan pasir...sebentar...kayaknya ada yang salah nih. Mulai gak beres... Berat banget kaki dipakai melangkah. Kayaknya blog-blog yang saya baca gak pada cerita kalo jalan mulai dari belakang pura itu berat deh??!!  Hadooh...kaki berat banget melangkah,nafas ngos-ngosan, cuaca dingin, perut lapar, angin mulai kencang menerbangkan pasir campur kotoran kuda ke muka, lalu disusul ringkikan dan suara kaki kuda yang berjalan naik dan ada juga kuda yang turun, badan panas dingin, jantung berdebar kencang, mau duduk gak bisa gak ada tempat duduk, yang ada pasir campur kotoran kuda. Kalau berhenti malah takut keinjek kuda dan kena pasir yang beterbangan. Maju capek, kakinya berat banget, mundur juga tanggung. Sayang sudah setengah lebih perjalanan. Akhirnya saya berjalan pelan-pelan. Pelaaan banget. Yang saya takutkan cuma jangan sampai asma saya kambuh karena debu pasir halus yang terhisap dicampur udara dingin dan kelelahan, itu perpaduan mematikan buat bikin asma kambuh. Pengen nangis rasanya. Sampai sejauh itu saking capeknya saya sampai mikir, mau ngapain saya capek-capek ke atas kawah Bromo habis itu turun lagi. Cuma buat liat kawah doang? apa pentingnya? Saya hampir menyerah. 

Berdebu banget

Pemandangan antara belakang pura dan tangga


Bukan cuma saya saja yang kelelahan. Banyak juga yang akhirnya gak kuat. Ada yang memutuskan stop, trus putar balik ke parkiran lagi, ada yang naik kuda, padahal tinggal dikit lagi juga berhenti. Sampai bawah tangga juga jalan lagi. Tukang kuda menawari saya 20 ribu sampai bawah tangga. Yaelah mang, kalo gak mau cape mah mending saya naik kuda dari awal aja. Ini udah ngos-ngosan, kaki gemetar, nafas tersengal-sengal, percuma juga naik kuda, cuma sebentar juga turun lagi. Kembali saya tolak tawaran tukang kuda. Saya liat ibu muda yang satu jeep dengan saya dan menggendong anaknya sudah berjalan di depan saya. padahal dia tadi berjalan di belakang saya. Iiiihhh, malu ah. Masa yang gendong anak lebih kuat dari yang cuma bawa badan sendiri. Saya teruskan berjalan sampai akhirnya tiba di bawah anak tangga menuju kawah Bromo. Wow lumayan juga jaraknya dari bawah anak tangga ke parkiran jeep. Di dekat tangga menuju kawah Bromo banyak yang jualan edelweis.

Pemandangan dari tangga Bromo


Pemandangan dari tangga pertama


Saya mengatur nafas untuk naik tangga ke atas kawah. Sudah nggak mikir mau menghitung jumlah anak tangga. Ngatur nafas aja susah. Ternyata lebih mudah naik tangga menuju kawah Bromo daripada berjalan kaki  dari belakang pura sampai bawah anak tangga. Tiap 50 anak tangga ada tempat untuk berhenti mengatur nafas. Kadang suka macet di tangga kalo ada yang berhenti jadi bisa dipakai untuk mengatur nafas. Pas saya baru sampai puncak kawah, ibu muda yang menggendong anak bersama suaminya sudah selesai dan mau turun. Ya ampun, kuat banget. Naik tangga ke kawah Bromo sambil gendong anak balita.

Cape


Kawah Bromo

Memandang lautan pasir dari atas kawah

Pemandangan dari atas kawah ke arah lautan pasir

Di puncak kawah Bromo saya melihat kawah yang mengepulkan asap dan pemandangan parkiran jeep di lautan pasir jauh banget. Puas foto-foto di kawah, kami pun turun. Turun tangga lebih mudah. Cuma harus hati-hati karena tangganya penuh pasir jadi agak licin. Tapi kami bisa dengan cepat turun tangga Bromo. Turun dari bawah tangga Bromo ke belakang Pura itu lebih mudah lagi. Karena pasirnya gembur, jadi kami cukup melompat-lompat saja di pasir sambil memanfaatkan gaya dorong. Kami melompat-lompat seperti manusia berjalan di bulan sambil setengah berlari. Tak lama kami sudah berada di bawah turunan di belakang pura. Hmm, perut mulai lapar, ada tukang pentol alias bakso cilok bermotor di dekat tanjakan pura. Cuek ikutan ngantri bareng anak-anak sma.

Parkiran jeep di depan gunung Batok


Sampai parkiran jeep kami bingung karena ada seratusan lebih jeep yang parkir. Daripada pusing nyari jeep mending makan cilok. Nanti juga pergi satu-satu jeepnya. Kalo udah dikit keliatan deh jeepnya. Saya makan cilok bareng suami di depan jeep orang lain. Habis itu foto-foto. Sudah hampir jam 7:30. Jeep yang lain sudah mulai pergi satu persatu meninggalkan parkiran. Kami akhirnya menemukan jeep kami, tapi penghuni jeepnya baru ada saya dan suami dan pasangan muda bersama anaknya. 2 wanita turis asing itu belum keliatan. Jadi kami menunggu mereka dulu sampai datang. Jam 7:30 lewat baru mereka datang. Kami lalu meninggalkan lautan pasir kembali ke cemoro lawang. Sampai di depan hotel Bromo Permai 1 pemandangan lautan pasir dan gunung Batok dari gazebo-gazebo cantik banget.

Pemandangan dari gazebo depan hotel Bromo Permai 1


Kami lalu turun di pertigaan menuju Cemara Indah hotel dan balik lagi untuk foto-foto di depan gazebo. Habis itu kami ke homestay untuk mandi. Muka hitam cemong-cemong penuh pasir halus campur kotoran kuda. Sepatu penuh pasir, kaos kaki langsung hitam. Habis mandi pake air hangat badan terasa seger banget. Kami lalu mencari sarapan. Di dekat situ cuma ada warung mie goreng. Ya udah kami makan mie goreng dan minum susu jahe hangat. Enak banget deh. Makanannya sih biasa cuma suasananya enak. Tenang, damai, dingin tapi ada sinar matahari. Waktu kayaknya cepet banget di Cemoro Lawang. 
Habis makan kami kembali ke homestay numpang ngecharge hp dulu dan menjemur handuk. Jam 10:30 kami pamit pada pak Sandriman, pemilik Ana tengger homestay dan Teguh homestay. Sebelumnya jam 9 supir travel menelpon kami menawarkan kami untuk bareng kembali naik travel menuju terminal Probolinggo. Tapi kami tolak. Kami lebih memilih turun ke terminal Probolinggo naik bison. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika ada yang ingin ditanyakan atau dikomentari, tapi yang sopan ya....Spam & komentar yang gak sopan saya delete...